1. Kleung
Kleung yang artinya elang. Dinamakan demikian karena dilihat dari
ketinggian, layang-layang ini mirip dengan seekor burung elang yang sedang
terbang. Kleung berasal dari Aceh yang
merupakan alat hiburan bagi masyatakat Aceh yang dimainkan setelah mereka
selesai panen atau musim ujung barat. Biasanya layangan kleung diadu di
lapangan atau pesawahan, setelah seluruh anggota masyarakat telah membersihkan
sawah dari tumpukan padi dan padi disimpan di lumbung padi.
Layangan kleung memiliki lebar sayap terbentang mulai dari 2 meter
sampai 2,7 meter, dengan ketinggian kepala sampai ujung kipas ekornya kurang-lebih
2 meter. Bagian kepala tingginya 22 cm, bagian sayap dekat ekor 55 cm, dan
lebar ekor sekitar 45 cm. Untuk membuat layangan ini biasanya memerlukan waktu
selama 3 bulan.
2. Siger
Layang-layang siger berasal dari Lampung dan digunakan sebagai alat
bantu memancing ikan. Layangan ini awalnya terbuat dari daun loko-loko, cara
menerbangkannya yaitu diikatkan pada rangka dari bambu, diterbangkan untuk
membawa umpan lebih jauh dari kapal. Pada umumnya layangan ini berukuran
panjang 1 meter dan lebar 1,5 meter.
3. Kajanglako
Layang-layang kajanglako berasal dari daerah Jambi. Pada layang-layang
ini terdapat gambar perahu yang ditumpangi oleh seorang raja dan permaisuri
yang berasal dari Jambi. Dahulu, layang-layang ini digunakan sebagai alat
perang untuk memberi tanda adanya musuh.
4. Koangan
Layang-layang yang berasal dari ibu kota Jakarta ini dapat mengeluarkan
suara dengung, karena memiliki alat bunyi yang dapat mengeluarkan suara.
Layang-layang ini memiliki panjang sekitar 1,2 meter dan lebar sekitar 1 meter.
5. Tapean
Layang-layang tapean merupakan salah satu layang-layang tradisional
pertama pada masyarakat Jawa Timur. Layang-layang tapean diperkenalkan pertama
kali oleh bupati pertama Banyuwangi, Mas Alit Pringgo Kusumo, pada tahun 1773.
Untuk kerangka batangnya, layang-layang ini menggunakan batang kayu pinang yang
diraut halus, sedangkan untuk sayapnya digunakan bambu. Untuk penahan anginnya
digunakan kain ketapas atau kertas singkong. Layang-layang ini lazimnya diberi
gambar burung bersisik melik. Layang-layang tapean biasa digunakan para petani
untuk mengusir burung-burung yang menganggu padi pada musim panen tiba.
6. Mancungan
Layang-layang berbentuk oval ini berasal dari Yogyakarta. Layang-layang
yang bagian ujung atasnya lancip ini dapat kita temui terutama di daerah
Srandakan, Galur, dan Nanggulan. Bagian bawah layang-layang berbentuk beberapa
bulatan. Layang-layang ini diberi nama mancungan karena bentuknya menyerupai
bunga buah kelapa.
7. Pepetangan
Layang-layang pepetangan pada bagian tengahnya terdapat gambar Cepot
yang merupakan tokoh wayang golek terkenal dan juga merupakan simbol dari
daerah Jawa Barat. Pada umumnya, masyarakat Jawa Barat memainkan layang-layang
sebagai pengisi waktu senggang, apalagi udara cerah dan angin bertiup dengan
bagus, meskipun begitu ada juga yang memanfaatkan layang-layang untuk melakukan
kegiatan praktis, seperti menangkap kelelawar.
Kegiatan menangkap kelelawar pada masa lalu sering dilakukan oleh
penduduk sekitar pantai. Untuk menangkap kelelawar, layang-layang akan dinaikan
pada senja hari atau menjelang malam. Pada benang layang-layang akan dipasang
beberapa mata kail, dimulai dari arah tali yang masing-masing berjarak sekitar
20 cm. Kadang, pada satu benang bisa dipasang 15 mata kail. Layang-layang akan dinaikkan
dengan ketinggan sekitar 100 meter. Benang yang digunakan adalah benang plastik
atau kenur.
8. Janggan
Layang-layang janggan merupakan layang-layang yang paling terkenal di
daerah Bali, ekornya sangat panjang, yakni dapat mencapai 250 meter. Untuk
menaikkan layang-layang dibutuhkan 15 orang untuk menerbangkannya.
Layang-layang janggan berasosiasi pada ular atau naga yang ceritanya banyak
tersebar di tengah masyarakat Bali. Layang-layang ini memiliki kepala berbentuk
ular atau naga dan bagian bawahnya berbentuk segitiga. Dominan warna pada
layang-layang ini merupakan warna dari kain khas Bali.
9. Perisai
Layang-layang perisai berasal dari Kalimantan Barat. Layang-layang ini
mengambil bentuk dari salah satu perlengkapan perang yang terbuat dari kayu
yang dipergunakan suku Dayak pedalaman Kalimantan Barat untuk mempertahankan
diri dari serangan musuh.
10. Burung Enggang
Layang-layang burung enggang menjadi maskot dari daerah Kalimantan
Timur. Layang-layang ini berbentuk seperti burung enggang, yakni burung yang
dilestarikan keberadaannya di hutan belantara Kalimantan.
11. Dandang Laki dan Dandang
Bini
Di daerah Kalimantan Selatan, khususnya di Rantau, Kabupaten Tapin
dikenal layang-layang tradisional yang disebut layang-layang dandang.
Layang-layang ini diciptakan sepasang, yakni dandang laki dan dandang bini.
Bentuknya terinspirasi dari wujud salah satu jenus burung yang hidup di
Kalimantan Selatan, yakni burung enggang. Untuk mendekati wujud asli dari
burung enggang, layang-layang dandang dilengkapi dengan alat bunyi, yang
disebut dengan dengung dan dipasang di atas pundak kanan dan kiri
layang-layang. Bunyinya mirip dengan suara burung enggang. Namun, dengung ini
hanya dipasang pada layang-layang dandang laki.
Dengung merupakan bagian integral dari layang-layang dandang laki, bukan
sekedar aksesoris. Karena itu, cara pembuatannya sangat diperhatikan. Bahkan,
untuk membuat dengung yang baik dibutuhkan waktu sekitar empat tahun.
12. Kaghati
Layang-layang kaghati merupakan layang-layang tradisional tertua di
Indonesia. Usianya diperkirakan mencapai 4000 tahun. Layang-layang ini berasal
dari Sulawesi Tenggara. Layang-layang ini dibuat dari daun dan disebut dengan
istilah kaghati. Keistimewaaan dari layang-layang ini adalah cara pembuatannya.
Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat layang-layang kaghati, yakni bambu,
serat daun nanas, serat kulit batang kalolonda, daun ubi hutan, agel, dan
rotan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar